Home » , , , , , » Outbond Inspektorat Provinsi Bengkulu : Seru Abis!!

Outbond Inspektorat Provinsi Bengkulu : Seru Abis!!

Written By Unknown on Monday, March 13, 2017 | 9:20:00 PM

A post shared by eriskan arnoldy (@papa_aisha) on
Kostum warna oranye. Kami dari Irban Bidang EKBANG sepakat menggunakan warna ini biar meriah, hehe.

Agar diantara para pegawai terjalin solidaritas, keakraban yang dalam, sekaligus mengasah kerjasama tim, Inspektorat Provinsi Bengkulu mengadakan kegiatan outbond yang berlokasi di Wahana Surya, Sungai Suci, Bengkulu, pada hari Jumat-Sabtu, 10-11 Maret 2016.

Pada pukul 14.30 WIB para peserta yang merupakan seluruh pegawai Inspektorat Provinsi Bengkulu sudah berkumpul di lokasi. Kami pun diarahkan untuk duduk dibawah tenda yang telah disiapkan panita untuk sedikit pengarahan dan kata sambutan.

Seorang pria berbadan gempal yang belakangan saya ketahui bernama Kelor mewakili panitia memberikan beberapa pengarahan kepada kami setelah sebelumnya mempersilahkan kami untuk berfoto bersama. Selanjutnya Bapak Inspektur Provinsi Bengkulu didaulat untuk memberikan beberapa patah sambutan diakhiri dengan doa bersama dipimpin oleh Kelor.


Sesi foto bersama sebelum acara outbond dimulai.

Dalam pengarahannya Kelor menyampaikan salah satu aturan selama outbond berlangsung, yakni dilarang memanggil kepada yang berjenis kelamin pria sebutan 'Bapak/Pak, Kak, Dik,' dll. Panggilan yang berlaku sekarang adalah 'Bro' karena semua nya dianggap masih berusia tujuh belas tahun. Begitu juga berlaku panggilan 'Sis' kepada para perempuan tidak peduli tua ataupun muda. Hukuman bagi pelanggar adalah mukanya dicoret dengan bedak.

Bukan perkara mudah mengubah kebiasaan panggilan menjadi 'Bro' dan 'Sis'. Buktinya beberapa kawan kepeleset tidak menggunakan kata tersebut lalu diganjar bedak di muka mereka. Lagian siapa yang berani manggil Pak Inspektur dengan panggilan 'Bro'. Bisa kualat dan gak diberi SPT sepanjang tahun! wahahaha. Becanda doang koq.

Selanjutnya para peserta dipersilahkan menuju lapangan rumput disamping panggung. Disana kami melakukan senam bersama dengan gerakan yang lucu. Semua peserta tampak bersemangat walau mentari sore terasa begitu terik.

PERMAINAN PUN DIMULAI

Tanpa kami sadari, dibelakang kami telah diletakkan tiga buah tali yang telah diikat berbentuk sebuah lingkaran besar. Kertas-kertas berwarna pun disebarkan disekitar kami. Kertas-kertas warna tersebut berisi nama-nama seluruh peserta. Satu kertas warna untuk satu nama peserta. Usai senam panitia bergegas memerintahkan kami untuk masuk kedalam lingkaran tali terdekat. Kemudian tali tersebut diangkat hingga ke pinggang. Dengan demikian, otomatis seluruh peserta terbagi kedalam tiga kelompok dalam tiga lingkaran tali. Nah rupanya kami selanjutnya diperintahkan untuk mengumpulkan kertas-kertas warna yang ada nama masing-masing. Bayangkan, tiga kelompok besar orang yang terikat dalam tali berebut kertas ditanah. Masing-masing orang mencari-cari kertas warna bertuliskan nama mereka. Bener-bener heboh! hehe. Saya mah cari aman aja. Berdiri di tengah-tengah lingkaran yang ditarik kesana kemari.


"Wei mana kertas dengan nama saya wei!!" wkwkwk..

Setelah selesai kami pun dikelompokkan berdasarkan warna kertas dimana nama kami tertulis. Saya dapat kelompok dengan kertas warna merah. Kelompok-kelompok ini selanjutnya diberi tugas untuk menentukan nama kelompok, yel-yel, lagu kelompok dan suara khas kelompok. Adapun nama kelompok harus diambil dari nama binatang, sehingga yel-yel nya, lagu kelompok, dan suara khas kelompok harus sesuai dengan nama binatang yang dipilih menjadi nama kelompok tadi.

Kami pun sepakat menamakan kelompok kami dengan kelompok Angsa. Yel-yel kelompok kami pun diadu dengan kelompok-kelompok lain yang menamakan kelompok mereka dengan Serigala, Kucing, Cucak Rowo, bahkan Sapi. Yel-yel mereka lucu-lucu dan keren juga rupanya, hehe.

Pertandingan yel-yel pun usai. kami kemudian dipandu untuk bermain Poison River atau Sungai Beracun. Nama itu adalah istilah saja, gak ada sungai beracun beneran.


Poison river, menyeberang 'sungai beracun' menggunakan talenan kayu

Permainan ini menggunakan talenan dari kayu. Talenan ini dianggap sebagai satu-satunya benda yang dapat menyelamatkan setiap peserta ketika menyeberangi poison river. So setiap peserta harus menginjak talenan ini ketika menyeberang, peserta yang jatuh dari talenan maka dianggap mati dan seluruh peserta dalam satu kelompok harus mengulangi lagi dari awal.

Permainan ini melatih kekompakan tim dalam satu kelompok, sekaligus mengasah kemampuan masing-masing tim untuk mencari solusi menyeberangi poison river dengan jumlah talenan yang lebih sedikit dari jumlah anggota kelompok.

Dalam permainan ini kelompok saya kalah. Kami kurang lincah dan kompak dalam memindahkan serta berjalan diatas talenan sehingga kami sempat disuruh mengulang dua kali dari awal. Huft!

Setelah selesai bermain poison river instruktur memberi aba-aba untuk menuju ruang Virtual Reality yang terletak disebelah lokasi waterboom.


Pura-pura rileks padahal sedang berdoa karena cemas, hahaha..

Ruangan Virtual reality (VR) adalah sebuah ruangan dengan dua deret kursi yang dilengkapi dengan alat VR pada masing-masing kursi. Alat VR tersebut kemudian dipasang di kepala. Dengan menggunakan VR itu, kita melihat seolah-olah kita sedang diatas sebuah roller coaster. Kursi yang kita duduki pun dimodifikasi sedemikian rupa sehingga ikut bergerak mengikuti liukan roller coaster animasi tadi.

SALAH SEORANG PESERTA JATUH PINGSAN

Walaupun sepertinya ini hanyalah sebuah permainan, tapi cukup banyak peserta yang larut dalam keseruan menaiki 'roller coaster' ini. Banyak kawan-kawan yang berteriak-teriak diatas kursi tersebut seolah-olah mereka benar-benar sedang berada diatas roller coaster yang sedang berlari kencang. Padahal sebenarnya mereka ya disitu-situ aja, hehe.


Ada yang tau ini foto siapa?? wkwkwk..

Turun dari kursi, ayuk Ety tiba-tiba terlihat seperti orang yang mabuk. Keseimbangannya terganggu. Ketika sampai diluar ruangan beliau langsung jatuh pingsan dengan nafas tersengal-sengal. Kami yang ada disana pun terkejut dan merasa cemas. Dengan dibantu kawan-kawan beliau diangkat menuju sebuah klinik kecil didekat pintu masuk waterboom. Karena kondisinya belum juga membaik maka ayuk Ety dilarikan ke sebuah Puskesmas terdekat.

Ketika saya mendapatkan giliran untuk menjajal VR di 'kursi panas', saya agak ngeri-ngeri sedap juga awalnya. Tapi saya yakinkan dalam hati bahwa seyogyanya saya hanya duduk diatas kursi yang bergoyang-goyang ini saja, gak kemana-mana. So saya gak harus kuatir jatuh atau terpental dari kursi ini. Benar memang, setelah alat ini dihidupkan dan kursi bergerak miring kekanan dan kekiri mengikuti alur rel roller coaster, saya gak kuatir sedikitpun. Malah saya sempat tersenyum-senyum memikirkan koq bisa ya alat seperti ini membawa imajinasi penggunanya seolah-olah hal ini nyata. Memang keren teknologi ini.


Keseruan bernyanyi sembari mengitari api unggun. Foto by Niak.

BERNYANYI MENGITARI API UNGGUN

Lelah bersinar, mentari pun tenggelam di barat. Gelap mulai merayapi lokasi outbond. Ba'da makan malam, Kelor pun kembali mengumpulkan kami dibawah tenda. Dengan gaya lucu nya Kelor mengajari kami cara menggunakan senapan paint ball untuk acara perang-perangan besok pagi.

Setelah itu kayu-kayu unggun yang memang telah disiapkan sedari siang dinyalakan apinya. Suasananya semakin semarak. Kami pun bernyanyi bersama sembari mengitari api unggun yang meninggi. Para peserta bergantian bernyanyi memamerkan suara mereka. Beberapa peserta lain asyik melakukan selfie dan wefie bersama. Saya pun gak ketinggalan mengajak pak Inspektur untuk berswafoto.


Wefie bersama pak Inspektur. Btw abaikan foto Niak dibelakang, wkwkwk.

"Wefie kita Pak?" Tembak saya sambil memposisikan kamera smartphone yang sudah ON.

"Hayok!" Jawab pak Inspektur riang.

Di sebelah panggung panitia mulai membakar jagung. Entah mengapa saya kurang berselera menyantap jagung malam itu, mungkin karena porsi makan malam tadi yang terlalu banyak sehingga selera jagung bakar harus rela mengalah.

HUJAN, AIR MASUK KE TENDA. NGANTUK BUYAR!

Hawa malam itu sedikit hangat. Emir mengatakan bahwa nanti akan turun hujan, tapi hanya sebentar. Tangannya menunjuk-nunjuk gugusan awan yang gelap. Saya menganggukkan kepala walau kurang mafhum.

Jam sepuluh malam mata ini terasa berat. Saya langsung inisiatif memejamkan mata disebelah kawan-kawan yang sedang main kartu. Mungkin sekitar kurang dari sejam saya terbangun kembali akibat suara tawa keras kawan-kawan tadi. Salah seorang kawan berulang kali dihukum duduk jongkok karena selalu kalah dalam permainan. Sementara masih terdengar suara nyanyian kawan-kawan yang masih bertahan di panggung. Karena sudah larut malam kami sudah tidak tahu lagi apakah itu nyanyian ataukah lolongan.


Penampakan kamar tenda kami, alas dan atapnya terpal. Foto by Yuk Neni.

Tak lama kemudian benar apa yang diprediksi Emir. Hujan pun turun. Awalnya rintik mengendap-endap lalu disusul kawan-kawannya yang tak tahu adat. Hujan yang datang tanpa terlebih dahulu memberitahu membuat kamar tenda kami menjadi basah. Bulir-bulir air masuk melalui atap kamar tenda yang bolong dimakan usia lalu membasahi lantai. Rombongan air juga menyelinap dari pinggir-pinggir bagian bawah tenda kemudian menyusul saudara-saudara mereka yang telah lebih dahulu jatuh dari atap tenda.

Kondisi demikian membuat suasana tidur tidak lagi nyaman. Ngantuk pun terbirit-birit pergi. Saya pun bingung mau ngapain. Terjebak hujan di kamar tenda yang basah. Sedangkan main kartu saya tak sedikitpun bisa. Walaupun diajarin, tetap tak mengerti. Malah yang mengajari sering naik darah. Akhirnya saya jadi penonton setia saja yang selalu berpihak kepada siapa yang menang. Siapa yang kalah siap-siap saja saya kata-katain, seolah-olah saya adalah yang paling jago bermain kartu.

Gak kerasa waktu sudah menunjukkan hampir pukul empat dini hari, mata pun kembali mengantuk. Kali ini berat, berat sekali. Saya bingung mau tidur dimana. Masing-masing kamar tenda kalo tidak basah seperti kamar tenda kami, sisanya sudah penuh ditiduri peserta yang kelelahan.

Gak ada pilihan lain, akhirnya saya numpang tidur di mobil Niak, dia masih seru aja main kartu. Awalnya agak kurang nyaman juga karena gak biasa tidur sambil duduk setengah berbaring sementara kaki gak bisa dilurusin. Namun karena kedua mata ini sudah seperti diganduli oleh batu akhirnya saya tertidur juga.

Zzzzzzzzzzz....


Sarapan pagi bersama. Foto by bang Iwan Dani.

PERANG-PERANGAN : SAYA SATU-SATUNYA YANG BERHASIL MEREBUT BENDERA!

Keesokan harinya setelah sarapan pagi, kami dipersilahkan memasuki arena perang-perangan yang dikelilingi oleh jaring. Jejaring ini berfungsi untuk menjaga agar peluru yang dimuntahkan tidak lari keluar arena serta mengenai penonton diluar.

Walaupun peluru berisi cat ini terbuat dari semacam karet, namun jika mengenai kulit dalam jarak dekat juga terasa sakit di badan. Maka dari itu senapan tersebut dilarang ditembakkan dalam jarang kurang dari lima meter. Peserta yang memergoki peserta lain dalam jangkauan tersebut cukup mengatakan "Headshot!!" tanpa perlu menarik pelatuk. Selanjutnya wasit akan mengeluarkan peserta yang terkena 'headshot' tadi dari arena karena dianggap 'mati'.

Peserta wajib menggunakan seragam khusus yang telah disediakan oleh panitia. Sebuah topeng khusus yang dikenakan di kepala, seragam TNI-AD, serta pelindung dada. Ketiga bagian seragam ini wajib dikenakan sebelum permainan dimulai.


Pose ala-ala sebelum peperangan dimulai. Foto : Kak Acong

Peluru yang ditembakkan dan mengenai mata secara langsung dapat mengakibatkan cacat permanen. Oleh karena itu setiap peserta wajib memastikan topeng dalam posisi benar selama permainan berlangsung.

Selanjutnya para peserta dibagi menjadi dua regu. Masing-masing regu terdiri dari lima sampai enam orang. Masing-masing regu juga wajib menggunakan slayer berwarna serupa untuk membedakan satu regu dengan regu lainnya. Wasitpun mengumpulkan kami serta memberikan pengarahan.

Peluru diberikan tiga puluh butir untuk masing-masing senapan. Senapan pun hanya boleh diaktifkan setelah ada arahan. Satu tembakan ke kepala dan ke area dada berarti 'mati', namun perlu dua tembakan ke tangan atau kaki untuk 'mati'. Jika kehabisan peluru maka peserta juga dianggap telah 'mati'.

 
Serbuu!!!. Foto by Bang Iwan Dani.

Misi kami adalah merebut bendera yang diikat ke salah satu pohon kelapa di pinggir medan perang. Regu yang pertama kali merebut bendera tersebut adalah pemenang dalam permainan ini.

Tibalah giliran grup saya untuk terjun berperang. Karena terlalu agresif dan lalai tidak memperhatikan posisi musuh saya pun tertembak tepat di muka.

"Stop!!" Wasit mengangkat tangan menandakan permainan harus berhenti sementara saya dikeluarkan dari arena.


Berlindung dibelakang apapun asal gak ketembak! Foto by Bang Iwan Dani.

Saya lihat satu-persatu anggota regu saya dikeluarkan karena tertembak atau kehabisan peluru. Kami pun kalah.

Karena grup selanjutnya kekurangan anggota grup maka saya didaulat untuk bermain kembali. Kali ini saya bertekad untuk dapat memenangkan peperangan.

"Aktifkan senjata!.. Mulai!!" Teriakan wasit menandai mulainya permainan.


Kojek and team. Foto by Bang Iwan Dani.

Kami pun berlari bak tentara sungguhan mencari perlindungan terdekat. Pohon kelapa, roda kayu, papan triplek, bangkai mobil bekas, apa saja yang dapat menghalangi badan kami terkena peluru yang bermuntahan.

Saya amat menjiwai permainan ini. Saya merunduk, merayap, serta berguling-guling seperti tentara sungguhan. Hingga pada akhirnya saya bisa berlindung dibalik sebuah dinding tanah. Sekitar sepuluh meter didepan saya terdapat dua orang musuh yang bersembunyi dibelakang kayu triplek. Moncong senapan mereka terlihat keluar siap menembak sasaran. Sementara bendera juga sekitar sepuluh meter dari sisi kanan saya terikat tak berdaya disebuah pohon kelapa tua.

Saya memutar akal bagaimana caranya agar dapat merebut bendera tersebut tanpa tertembak. Saya pun melihat sebuah kebiasaan dari musuh didepan yang dapat menjadi celah bagi kami untuk menang. Saya perhatikan, walaupun moncong senapan selalu dikeluarkan seolah-olah siap menembak siapa saja, namun ketika ada tembakan ke arah mereka maka musuh-musuh tersebut total bersembunyi ketakutan hingga suara tembakan mereda. Momen ini dapat saya manfaatkan untuk merebut bendera!


Pak Inspektur berpose ala-ala ama Bang Dani.

Dengan sisa peluru yang ada, saya tarik pelatuk berkali-kali. Mulut senapan yang monyong sontak memuntahkan beberapa peluru. Seperti dugaan, musuh pun refleks menyembunyikan kepala mereka ke perlindungan. Persis seperti kura-kura yang cemas. Saya langsung meletakkan senapan di atas rumput dan langsung berlari sekuat tenaga ke arah bendera dan merebutnya.

"Stop!!" Wasit menghentikan peperangan dan menyatakan grup saya menang. Yess!!

SEBELUM PULANG : MANDI DI WATERBOOM 

Ada satu sesi peperangan lagi, saya pun kembali didaulat untuk bermain. Tapi nafas saya seperti mau putus. Saya mengangkat tangan menandakan tidak ikut sesi ini.

Saya pun meringsek menuju arena waterboom. Air yang dingin sedikit mengurangi rasa letih di badan. Beberapa kawan menjajal beberapa permainan disana.

Usai berenang kami pun berpamitan dengan pak Inspektur serta panitia dari kantor, Kak Yos dan Niak. Tidak ada seremonial khusus dari panitia untuk menutup acara ini secara resmi.

Sebelum berpamitan pak Inspektur sempat berujar bahwa tahun depan akan mengadakan outbond kembali namun dengan lokasi yang lebih jauh. Wah??

0 komentar:

Post a Comment